Nyamuk Aedes Aegypti

Nyamuk Aedes Aegypti

Wednesday, March 2, 2011

Nyamuk Modifikasi Dilepas untuk Preteli Kekuatan Nyamuk DBD

Nyamuk Modifikasi Dilepas untuk Preteli Kekuatan Nyamuk DBD
October 4, 2010 at 09:42


Berbagai cara sudah dilakukan untuk memberantas nyamuk demam berdarah tapi tak satu pun yang bisa membuat jumlah nyamuk DBD itu menciut. Kini ilmuwan akan melepas nyamuk hasil modifikasi yang tidak menimbulkan penyakit yang malah bisa mencuri kekuatan nyamuk DBD.

Seperti apa nyamuk modifikasi ini?

Nyamuk modifikasi ini adalah nyamuk-nyamuk yang disuntik dengan wolbachia yaitu sejenis bakteri yang sering ditemukan pada buah dan serangga selain nyamuk.

Nah, bakteri ini sangat suka mengambil protein yang dibutuhkan oleh virus dengue sehingga tidak bisa lagi hidup di tubuh nyamuk.

Nyamuk modifikasi ini akan dilepas di komunitas nyamuk DBD yang kemudian bergabung dan ‘kawin’ dengan nyamuk DBD asli.

Ilmuwan telah mendesain sedemikian rupa, agar bakteri-bakteri itu mudah ditularkan ke nyamuk lain. Bahkan saat berkembang biak, bakteri akan menular pada telur-telur dan keturunan yang dihasilkan oleh nyamuk tersebut.

Jika virus tidak bisa hidup di tubuh nyamuk, maka nyamuk juga tidak bisa lagi menularkannya ke manusia. Harapannya kini adalah, nyamuk hasil modifikasi itu bisa bertahan dan beranak-pinak di habitat aslinya.

Rencana pelepasan nyamuk modifikasi untuk pertama kalinya diumumkan oleh Eliminate Dengue Project. Dengan didanai oleh Bill and Melinda Gates Foundation, proyek tersebut akan dimulai di wilayah sekitar Cairns, Queensland dalam waktu dekat ini.

“Diharapkan, dalam musim hujan yang akan datang kita sudah bisa mempelajari wilayah di mana bakteri wolbachia telah menginfeksi nyamuk-nyamuk penyebab demam berdarah,” ujar Scott O’Neill dari University of Queensland, dikutip dari Ninemsn, Minggu (3/10/2010).

Jika uji coba ini berhasil, Scott dan timnya berencana melanjutkan eksperimen ini di Vietnam kurang lebih 6 bulan ke depan. Sebagaimana di negara-negara tropis lainnya, masalah demam berdarah di Vietnam lebih tinggi dibandingkan Australia.

Sementara itu, di seluruh dunia penularan demam berdarah tercatat masih cukup tinggi. Sedikitnya 2,5 juta orang tertular tiap tahun, sebagian di antaranya anak-anak dan berakibat fatal misalnya kematian.

(up/ir)
http://www.hariini.info/2010/10/04/nyamuk-modifikasi-dilepas-untuk-preteli-kekuatan-nyamuk-dbd/
Saturday, 7 August 2010
7 Penyebab Nyamuk Mengincar Tubuh Manusia

hmm, mungkin banyak yang bertanya kenapa gw melabel postingan ini di info kesehatan. jawabannya adalah karena nyamuk itu salah satu 'vektor' atau pembawa beberapa virus yang bisa menyebabkan timbulnya penyakit. contohnya demam berdarah dengue, malaria, chikungunya, dll. nah, maka dari itu postingan ini mudah-mudahan bisa mencegah anda-anda tertular dari penyakit yang dibawa oleh nyamuk (lebih tepatnya adalah gigitan nyamuk).
let's check it out!

1. Selalu memakai pakaian warna gelap
Nyamuk sejak dulu memang "diprogram" untuk memburu mamalia, yang kulit dan bulunya cenderung gelap, begitu menurut ahli entomologi Grayson Brown, PhD. Dalam eksperimennya, pekerja laboratorium Brown mengenakan pakaian warna putih. Terbukti, nyamuk tak begitu ngebet pada mereka.

2. Menyemprotkan parfum beraroma bunga
Nyamuk senang menghisap cairan manis pada bunga, sebagai bekal energinya untuk terbang dan menyengat. Jika mengenakan parfum beraroma mawar, tak salah jika nyamuk mengira Anda adalah bunga mawar.

3. Gemar minum bir
Peminum bir ternyata 63 persen lebih menarik bagi nyamuk ketimbang peminum air putih, demikian menurut suatu penelitian di Perancis. Alkohol memang mempengaruhi bau mulut dan aroma tubuh. Meskipun begitu, masih perlu penelitian lebih lanjut apakah hal ini juga terjadi pada peminum tipe alkohol lain, seperti anggur dan koktil.

4. Hamil
Menurut para peneliti, ibu hamil dua kali lebih menarik daripada perempuan yang tidak hamil. Khususnya pada trimester akhir kehamilan, perempuan akan menghembuskan nafas 21 persen lebih banyak, dan ini memikat nyamuk yang memang menyukai karbondioksida dan kelembaban. Suhu tubuh ibu hamil juga cenderung lebih tinggi, sehingga lebih mudah dideteksi oleh nyamuk.

5. Tidak mengosongkan air di bathtub
Tahu kan kalau nyamuk tertarik dengan kubangan atau genangan air. Misalnya air hujan yang tertampung di kaleng kosong. Untuk mencegah nyamuk memasuki rumah, pastikan tidak ada genangan air di rumah, mandilah di bahttub (berendam) setidaknya sekali seminggu saja, pangkas rumput di halaman secara teratur, dan tutupi kolam renang di rumah (bila ada) saat tidak digunakan.

6. Senang tidur larut malam
Nyamuk lebih banyak aktif mulai sore hingga dini hari. Saat itulah mereka mulai berburu di rumah. Hindari kebiasaan makan di luar ruangan, agar tidak menjadi mangsa nyamuk.

7. Sering berkeringat
Para peneliti di Universita Yale mendapati bahwa nyamuk bisa mengincar senyawa kimia dalam keringat kita. Keringat juga bisa membuat obat nyamuk yang dikenakan (misalnya yang dioleskan atau disemprotkan) mudah lenyap. Oleh karena itu, oleskan kembali tiap beberapa jam, namun tidak dianjurkan untuk memakainya terlalu banyak karena bisa menyebabkan iritasi kulit.

sumber: Kompas
Posted by sifa fauzia at 21:37
Labels: info kesehatan
http://www.google.co.id/imgres?imgurl=http://2.bp.blogspot.com/_nX9cfxzSRRE/TF1zeqd0c4I/AAAAAAAAAGo/8YiNu5DJJXw/s1600/1_nyamuk2.jpg&imgrefurl=http://lovesunset90.blogspot.com/2010/08/7-penyebab-nyamuk-mengincar-tubuh

KEAJAIBAN NYAMUK..

KEAJAIBAN NYAMUK..

nYAMUK

Mungkin yang kita tahu bahwa nyamuk adalah mahluk yang paling menyebalkan karena sering menghisap darah kita ketika sedang tidur atau santai dan juga dapat menyebarkan penyakit seperti malaria, tapi tahukah anda banyaknya keajaiban Nyamuk yang dimilikinya.

Allah berfirman “Sesungguhnya Allah tiada segan membuat perumpamaan nyamuk atau yang lebih rendah dari itu. Adapun orang-orang yang beriman, maka mereka yakin bahwa perumpamaan itu benar dari Tuhan mereka, tetapi mereka yang kafir menyatakan,”Apakah Maksud Allah menjadikan ini untuk perumpamaan?”.Dengan perumpamaan itu banyak orang yang disesatkan Allah, dan dengan perumpamaan itu (pula) banyak orang yang di beri-Nya petunjuk. Dan tidak ada yang disesatkan Allah kecuali orang-orang fasik.” (QS Al Baqarah:26)

Maksud dari Ayat tersebut adalah Allah mengambarkan betapa Agung dan Besar-Nya bahwa nyamuk yang kecil itu memiliki kelebihan yang tidak bisa tercapai oleh logika manusia.

Adapun kelebihan dan sebagian fakta tentang nyamuk yang di ambil dari Majalah Islam “Qiblati” vol:1 edisi: maret 2006:

1. Dia adalah seekor betina

2. Memiliki seratus mata di kepalanya

3. memiliki 48 gigi di mulutnya

4. mempunyai 3 jantung dalam perutnya, lengkap dengan bagian-bagiannya.

5. Memiliki 3 sayap pada setiap sisinya

6. Memiliki 6 pisau pada belalainya dan masing-masing mempunyai fungsi yang berbeda-beda

7.Dia dilengkapi dengan alat pendeteksi panas yang bekerja seperti infa-merah yang berfungsi memantulkan warna kulit manusia pada kegelapan menjadi ungi hingga terliaht olehnya

8. Dilengkapi dengan alat pembius yang menbantu dari bahaya jarumnya agar manusia tidak merasakannya. Adapun apa yang kita rasa seperti gigitan adalah hasil penghisapan darah

9. Dilengkapi dengan alat penyeleksi darah hingga tidak sembarangan menyedot darah

10. Di lengkapi alat untuk mengelirkan darah hingga darah bisa mengalir lewat belalainya

11. Dan yang lebih mengherankan lagi dari semua ini adalah bahwa ilmu pengetahuan modern telah mengungkapakan punggung nyamuk hidup serangga yang sangat kecil yang tidak dapat dilihat oleh mikroskop.

Allahu Akbar…Allah Maha Besar

Subhanallaah….Maha Suci Allah

Semoga ini dapat bermanfaat bagi kita….Amien..
http://www.google.co.id/imgres?imgurl=http://imi044.student.umm.ac.id/files/2010/02/1_mosquito-parts.jpg.gif&imgrefurl=http://imi044.student.umm.ac.id/2010/02/05/keajaiban-nyamuk/

Cara Membuat Perangkap Nyamuk Sederhana (But Very Effectiveness)

* Cara Membuat Perangkap Nyamuk Sederhana (But Very Effectiveness)

Cara Membuat Perangkap Nyamuk Sederhana
Setiap dari kita siapa yang tak sebal dengan bunyi nyamuk di malam hari. Tidur enak pun jadi terganggu karena dengungan suara dan gigitannya. Apalagi untuk si kecil. Ia jadi terbangun karena digigit nyamuk, kemudian menjadi rewel. Nah, gara-gara tak ingin si kecil terganggu tidurnya, biasanya kita menggunakan obat nyamuk. Entah yang dalam bentuk semprot, bakar, oles maupun elektrik. Namun obat nyamuk juga tidak sehat jika digunakan dalam jangka waktu lama. Ada tips sederhana yang cukup mudah pembuatannya dan lebih aman karena tidak menggunakan bahan-bahan yang berbahaya bagi kesehatan. Dengan bahan-bahan alami yang tidak berbahaya bagi kesehatan kita.



Persiapkan bahan-bahan :
- 1 Botol plastik bekas ukuran 1,5 liter.
- 200 ml air
- 50 gram gula merah
- 1 gram ragi (beli di toko makanan kesehatan, warung, atau pasar)

Langkah-langkah pembuatan:
1. Potong botol plastik di pada bagian tengah sehingga menjadi dua bagian. Simpan bagian atas/mulut botol tadi untuk digunakan pada step selanjutnya.


2. Campur gula merah dengan air panas. Biarkan hingga dingin dan kemudian tuangkan di separuh bagian potongan bawah botol (hasil potongan step 1).


3. Tambahkan Ragi. Tidak perlu diaduk. Ini akan menghasilkan karbon-dioksida.


4. Pasang/masukkan potongan botol bagian atas (pada step 1 diatas)dengan posisi terbalik seperti corong. Sesuai gambar dibawah ini.


5. Bungkus botol dengan sesuatu yang berwarna hitam, kecuali bagian atas, dan letakkan di beberapa sudut rumah Anda.

Dalam dua minggu, Anda akan melihat jumlah nyamuk yang mati di dalam botol seperti gambar di bawah ini.


Perhatian :
Gula merah ini mengundang semut untuk datang, jadi jangan lupa diberi tempat seperti tempat tatakan susu kental yang diberi air agar tidak disemuti. Atau cara lainnya dilingkari dengan kapur anti semut (Kapur Ajaib).

Sumber : http://www.apakabardunia.com/2011/02/cara-membuat-perangkap-nyamuk-sederhana.html
Semoga bermanfaat

DBD, mengapa sulit ditanggulangi?

Tuesday, 23 November 2010 06:07

DBD, mengapa sulit ditanggulangi?

Opini

UMAR ZEIN

Beberapa kota besar di Indonesia dikenal sebagai kota endemik DBD (Demam Berdarah Dengue), termasuk Medan. Kota lainnya adalah Jakarta, Surabaya, Bandung, Makasar, Lampung, Palembang, dan lainnya. Di Sumatera Utara, beberapa kabupaten/kota sudah lama menjadi daerah endemik DBD, seperti Langkat, Tanjung Balai, Binjai, Deli Serdang, Tebing Tinggi, Serdang Bedagai dan lainnya.

Semakin padat penduduk suatu kota, maka penularan DBD akan semakin mudah dan semakin cepat. Berbagai teori pemberantasan dan pencegahan DBD sudah lama diterapkan. Kita kenal Pokja (kelompok kerja) dan Pokjanal (kelompok kerja fungsional) yang dikatakan sangat efektif untuk memberantas sarang nyamuk di kelurahan dan desa. Ada juga istilah pemantau jentik, jumantik (juru pemantau jentik) yang direkrut dari kepala lingkungan dan kader serta istilah patroli kesehatan.

Semuanya merupakan upaya mengurangi populasi nyamuk Aedes aegypti yang membawa virus dengue. Kita semua tahu istilah 3M untuk pemberantasan sarang nyamuk, namun faktanya, penularan penyakit ini masih saja berlanjut sepanjang tahun, tanpa dipengaruhi intervensi yang dilakukan. Atau, faktanya, apakah intervensi yang dilakukan sudah benar?. Di sinilah masalahnya! Slogan 3 M (Menutup, Menguras, dan Mengubur) yang secara nasional sudah digaungkan oleh Kementerian Kesehatan/Departemen Kesehatan sejak tahun 80-an, ternyata tidak membuahkan hasil seperti yang diharapkan.

Penurunan jumlah kasus atau lebih dikenal dengan Incidence Rate yang ditetapkan secara nasional tidak boleh lebih dari 5 % (lima kasus dalam 100.000 penduduk selama satu tahun) tidak pernah tercapai di suatu daerah endemik. Belum lagi masalah pencatatan dan pelaporan dari seluruh unit layanan kesehatan yang belum maksimal.

Kenapa sulit?
Sebenarnya kejadian luar biasa (KLB) DBD sudah berulang dan untuk kesekian kalinya terjadi di berbagai kabupaten/kota di Indonesia. Dapat dipastikan kalau kita tidak mengubah cara penanggulangan DBD secara nasional dan serentak, Indonesia tidak mungkin bebas dari KLB DBD.

Virus penyebabnya sudah diketahui ada empat serotipe, yaitu D1, D2, D3 dan D4, namun sampai sekarang obat dan vaksinnya belum ditemukan. Beberapa peneliti sudah menemukan calon-calon vaksin, tetapi masih harus diteliti lebih mendalam. Para ilmuwan masih kalah bersaing dengan virus dengue. Jenis nyamuk penular (vektor) DBD sudah tidak asing lagi bagi masyarakat yaitu Aedes aegypti yang oleh masyarakat biasa dikenal dengan nyamuk demam berdarah dengan ciri tubuh berwarna belang-belang hitam putih.

Perilaku nyamuk dewasa, habitat perkembangbiakannya sudah dipahami oleh para ilmuwan. Masyarakat awam sudah banyak yang tahu, nyamuk menggigit pada siang hari dan tempat perkembangbiakannya di kontainer buatan yang berada di permukiman penduduk, dan juga kontainer alamiah, seperti di pohon dan bunga-bungaan. Namun ada satu hal yang dilupakan atau luput dari pengamatan kita. Aedes selalu berupaya mempertahankan spesiesnya dengan merubah perilakunya agar keturunannya tetap survive. Aedes juga sudah banyak yang resisten (kebal) terhadap insektisida yang lazim digunakan. Apalagi kalau penggunaannya dengan dosis yang tidak standard dan daerah jangkauan serta ritme yang tidak optimal.

Meskipun DBD sudah banyak diketahui oleh petugas kesehatan dan masyarakat, namun KLB masih sering terjadi. Hal ini menunjukkan bahwa pemahaman tentang DBD dan cara pengendalian serta antisipasi pencegahannya masih sangat lemah dan dapat dikatakan masih sekedar retorika dan seremonial belaka. Di sini kunci jawaban mengapa KLB selalu terjadi.

Penyakit berbasis lingkungan
DBD merupakan salah satu penyakit berbasis lingkungan. Sehingga tidak ada cara yang ampuh untuk mencegah terjadinya penularan kecuali dengan memutus rantai penularan, yaitu mencegah gigitan nyamuk dan memberantas nyamuk penularnya. Dalam upaya penanggulangannya dibutuhkan pemikiran dan penelitian para ahli lingkungan, ahli entomologi (ahli serangga) serta ahli insektisida.

Peranan biologi molekuler juga diperlukan dalam mengamati dan mengupayakan menghentikan penularan trans-ovarial pada nyamuk aedes. Penularan trans ovarial adalah penularan secara intra molekuler pada sel-sel telur nyamuk terinfeksi, sehingga begitu telur nyamuk menetas menjadi jentik, di dalam tubuhnya telah ada virus dengue yang menetap hingga jadi nyamuk dewasa dan siap ditularkan kepada manusia yang di tusuknya.

Jumlah kasus DBD berhubungan dengan tingkat partisipasi masyarakat setempat untuk untuk mengkontrol perkembangnya nyamuk Aedes aegypti sebagai vektor pembawa virus Dengue pada wilayah tertentu. Partisipasi masyarakat sangat dipengaruhi oleh pimpinan wilayah baik tingkat kelurahan, kecamatan dan wilayah kabupaten/kota. Memang bisa saja rakyat bergerak sendiri tanpa komando pimpinan wilayah tetapi berapa banyak partisipasi masyarakat yang muncul dengan sendirinya?

Peranan petugas kesehatan mutlak, bukan saja di bidang pengobatan (kuratif), tapi lebih kepada promosi kesehatan dan tindakan pencegahan (preventif). Peran ini mencakup semua insan kesehatan yang ada di suatu wilayah, baik pemerintah dan swasta. Upaya penyuluhan dan promosi ini harus terus menerus dilakukan pada daerah endemik DBD, bukan hanya kalau jumlah kasus meningkat saja. Kepala wilayah (Camat dan Lurah) beserta jajarannya yang proaktif turun ke masyarakat menjadi penggerak masyarakat pasti akan berhasil meningkatkan partisipasi masyarakat dibandingkan pimpinan wilayah yang tidak turun ke masyarakat dan hanya berharap masyarakatnya bergerak sendiri mengatasi permasalahan yang ada di wilayahnya.

Slogan 3 M ternyata tidak efektif, karena masih saja hanya sebatas slogan dan tidak aplikatif dan tidak membudaya. Berbagai upaya untuk tetap menjaga kebersihan lingkungan terutama untuk mencari sumber-sumber tempat hidup nyamuk harus terus menerus dilakukan. Di dalam rumah, setiap anggota keluarga harus mengamati tempat-tempat hidupnya jentik nyamuk seperti tampungan air dispenser, tampungan air di belakang kulkas, bak-bak mandi dan tampungan air lain didalam rumah. Selain itu vas bunga baik didalam maupun sekitar rumah harus diamati ada tidaknya air yang tergenang yang potensial untuk perindukan jentik nyamuk. Semua harus secara terus menerus diamati agar tidak dihidupi oleh jentik nyamuk. Bukan hanya sekedar untuk diketahui tetapi tidak dikerjakan

Kondisi hujan yang terjadi dan diselingi dengan cuaca panas akan berakibat terbentuknya genangan air yang memungkinkan telur nyamuk cepat berkembang menjadi jentik nyamuk dan menjadi dewasa. Harus diamati kaleng-kaleng bekas, ban-ban bekas, accu-accu bekas, botol-botol bekas minuman, serta drum-drum bekas dan barang pecah belah lain yang berserakan disekitar rumah yang potensial untuk digenangi air hujan untuk hidupnya jentik nyamuk. Secara wilayah harus menjadi perhatian tanah dan rumah kosong yang tidak terawat yang mungkin luput untuk diamati sehingga banyak genangan-genangan air yang terjadi yang berpotensi untuk tempat tinggalnya jentik nyamuk pembawa penyakit DBD ini. Jadi, slogan 3 M benar-benar tidak ”membumi” dan dibutuhkan revisi total agar sesuai dengan kondisi lapangan yang ada.

Pemahaman harus berubah
Perlu perubahan pemahaman kesehatan lama yang mengutamakan pelayanan kesehatan bersifat kuratif dan rehabilitatif digantikan paradigma pembangunan kesehatan baru, yaitu paradigma sehat yang bersifat proaktif. Paradigma sehat sebagai model pembangunan kesehatan diharapkan mampu menciptakan masyarakat mandiri dalam menjaga kesehatan melalui kesadaran yang lebih tinggi pada pentingnya pelayanan kesehatan yang bersifat promotif dan preventif.

Program DBD harus mengutamakan promotif dan preventif termasuk peningkatan kapasitas petugas sebagai pintu masuk utama dalam meningkatkan pemahaman epideniologi penyakit. Langkah pertama ini harus diprogramkan dan dilaksanakan secara berkesinambungan dan bermitra dengan sektor terkait. Tindakan jangan hanya dilakukan secara mendadak dan insidentil bila sedang terjadi KLB, tapi reguler dan terus menerus. Dengan meningkatkan pemahaman pada masyarakat, maka masyarakat menjadi mandiri dan mampu secara aktif melindungi dirinya sendiri.

Peningkatan pemahaman tentang DBD perlu dilakukan terhadap semua lapisan masyarakat, yang diawali pada semua petugas kesehatan pemerintah dan swasta di suatu daerah. Baru kemudian ke tingkat lurah/kepala desa, kepala lingkungan, ketua RW, ketua RT, organisasi profesi, ilmuwan, dan masyarakat termasuk PKK, LSM, pemberdayaan anak sekolah, serta lintas sektor terkait. Bisakah mimpi ini terwujud?

Penulis adalah Pemerhati Kesehatan
http://waspada.co.id/index.php?option=com_content&view=article&id=158065:dbd-mengapa-sulit-ditanggulangi&catid=25:artikel&Itemid=44

Pendekatan COMBI Untuk Berantas DBD di Batam

Pendekatan COMBI Untuk Berantas DBD di Batam
BATAM- Perkembangan penyakit yang disebabkan nyamuk menjadi perhatian serius Pemko Batam mengingat berbagai korban yang selalu muncul yang disebabkan siklus kehidupan penyebab penyakit tersebut berada di lingkungan permukiman manusia, yang keberadaannya dapat menyebabkan bahaya bagi manusia.
Salah satu penyakit yang sangat berbahaya disebabkan oleh nyamuk tersebut seperti Demam berdarah dengue (DBD), yang sampai saat ini di Indonesia masih menjadi masalah kesehatan masyarakat. Departemen Kesehatan telah menetapkan 5 kegiatan pokok sebagai kebijakan dalam pengendalian penyakit DBD yaitu menemukan kasus secepatnya dan mengobati sesuai protap, memutuskan mata rantai penularan dengan pemberantasan vektor (nyamuk dewasa dan jentik-jentiknya), kemitraan dalam wadah Pokjanal DBD (kelompok kerja operasional DBD), pemberdayaan masyarakat dalam gerakan pemberantasan sarang nyamuk (PSN 3M Plus) dan peningkatan profesionalisme pelaksana program.
Dalam rangka antisipasi DBD, pemerintah Kota Batam dalam hal ini Dinas Kesehatan Kota Batam mengadakan sosialisasi hasil penerapan survey market analisis budaya setempat terhadap PSN 3M plus (Communication on Behavior Impact) (19/08) di Hotel Majesty Jodoh. Peserta sosialisasi perwakilan kecamatan dan kelurahan se-Kota Batam dan perwakilan SKPD se-Kota Batam diantaranya Badan Pemberdayaan Perempuan, Depag, PMPK UKM, PKK, dan LPM. Keseluruhan peserta sosialisasi 43 orang. Pembicara dari Pusat Arbovirosis yang menangani masalah DBD, yaitu dr. Sigit Priyo Hutomo, M.Pd, dan dr. Cicilia, S.KM. Keduanya membawakan materi terkait survey market dengan analisis container atau tempat penampungan air.
Tujuan dari sosialisasi tersebut agar para peserta mengerti dan paham betul tentang survey yang telah dilakukan. Selanjutnya setelah sosialisasi, dilakukan advokasi kepada RT, RW dan Kelurahan daerah percontohan.
Kepala Dinas Kesehatan Kota Batam Mawardi Badar mengatakan seberapa pun gigihnya kita melakukan pengendalian terhadap (vektor) nyamuk, bila perilaku hidup bersih dan sehat masyarakatnya yang tidak mendukung, maka keberadaan nyamuk itu akan tetap menjadi ancaman (masalah) dikemudian hari. Untuk itu, langkah yang perlu dilakukan adalah biasakan kita untuk menjaga keadaan sanitasi lingkungan sekitar tempat tinggal agar tetap bersih dan sehat. Sebab, inilah sesungguhnya kunci dari segala kunci dalam pengendalian terhadap bahaya nyamuk. Kepala Bagian Pengendalian Penyakit Menular (P2M) drg. Sri Rupiati, mengatakan Community Behaviour Impact (Combi) merupakan perubahan yang paling mendasar pada perilaku masyarakat. Ada empat daerah yang nantinya digunakan sebagai daerah percontohan diantaranya Buliang, Bukit Tempayan, Tanjung Sengkuang dan Batu Merah. Program ini menggunakan metode COMBI yakni pendidikan dan pelatihan yang bertujuan agar terjadi perubahan perilaku masyarakat.
Menurut Rupiyati berbagai upaya telah dilakukan untuk menanggulangi terjadinya peningkatan kasus, salah satunya dan yang paling utama adalah dengan memberdayakan masyarakat dalam kegiatan pemberantas-an sarang nyamuk (PSN) melalui gerakan 3M (menguras-menutup-mengubur). Selama ini berbagai upaya untuk memberdayakan masyarakat dalam PSN-DBD sudah banyak dilakukan, tetapi hasilnya belum optimal dapat merubah perilaku masyarakat untuk secara terus menerus melakukan PSN-DBD di lingkungan masing-masing. Untuk mengoptimalkan pemberdayaan masyarakat dalam PSN DBD, pada tahun 2004 WHO memperkenalkan suatu pendekatan baru yaitu Komunikasi Perubahan Perilaku (COMBI), tapi beberapa negara di Asean (Malaysia, Laos, Vietnam), Amerika Latin (Nikaragua, Brazil, Cuba) telah menerapkan pendekatan ini dengan hasil yang baik.
Di Indonesia sendiri sudah diterapkan daerah uji coba yaitu di Jakarta Timur dan memberikan hasil yang baik. Pendekatan tersebut lebih menekankan pada kekompakkan kerja tim (sebagai tim kerja dinamis). Perumusan dan penyampaian pesan, materi dan media komunikasi direncanakan berdasarkan masalah yang ditemukan oleh masyarakat dengan cara pemecahan masalah yang disetujui bersama. Akhirnya, dengan pendekatan COMBI diharapkan perubahan perilaku masyarakat ke arah pemberdayaan PSN dapat tercapai secara optimal. Sehingga nantinya di Batam tidak lagi ditemukan kasus DBD.
(humas_crew/ttn&nn)
Posted by Administrator on August 19, 2009.
http://humasbatam.com/2009/08/19/pendekatan-combi-untuk-berantas-dbd-di-batam/?wpmp_switcher=mobile

Semarang Miliki Perda DBD

Semarang Metro
29 Oktober 2010
Semarang Miliki Perda DBD (1)
Mengatur Upaya Pengendalian Penyakit
KOTA Semarang dinyatakan sebagai endemis demam berdarah dengue (DBD) urutan pertama dari 35 kota/kabupaten di Jateng. Terhitung Maret 2010 lalu, dari 17 kecamatan yang diteliti, ada 161 daerah yang telah endemis DBD. Kecamatan yang berada di peringkat atas adalah Tembalang, Ngaliyan dan Semarang Barat.

Melihat data itu, Pemkot sangat serius menanggulangi penyebaran penyakit tersebut. Hal ini tercermin dalam Perda Nomor 5 Tahun 2010 tentang Pengendalian Penyakit DBD. Dalam Perda tersebut terrangkum berbagai program pengendalian deman berdarah.

Selain memuat upaya pengendalian, Perda ini juga mengatur masalah koordinasi, pengawasan, pendanaan, bahkan sanksi administrasi serta berbagai kewenangan dan tanggung jawab Pemkot.
Partisipasi seluruh elemen pemerintahan, baik dari Dinas Kesehatan Kota (DKK) maupun warga juga diatur dalam Perda ini. Dinas antara lain dituntut merumuskan berbagai kebijakan terkait pengendalian DBD serta memberin pelayanan kesehatan pada masyarakat.

Dalam upaya mengendalikan persebarannya, DKK telah merumuskan berbagai kegiatan teknis. Langkah-langkah yang telah diambil di antaranya mengadakan pemberantasan sarang nyamuk (PSN). Selain itu tindakan 3M (menguras atau menyikat tempat penampungan air, menutup tempat-tempat air, serta mengubur barang bekas yang dapat menimbulkan pertumbuhan jentik nyamuk).
Kegiatan ini wajib dilaksanakan minimal setiap minggu oleh pengelola/pimpinan atau perorangan sebagai pemeriksa jentik.

Lacak Kasus

Sementara untuk pemeriksaan jentik berkala (PJB) dilakukan setiap tenaga kesehatan minimal setiap tiga bulan. Selain itu, ada pula penyuluhan rutin terkait berbagai penangan dan pencegahan DBD oleh kader dan petugas kesehatan.

Untuk menekan angka persebaran demam berdarah, Pemkot melalui Dinas Kesehatan juga melakukan penyelidikan epidemiologi yang berfungsi melacak kasus penderita.
Pelaksanaannya melibatkan petugas Puskesmas dan melalui pemberdayaan masyarakat dan tenaga terlatih di bawah pengawasan tim Puskesmas.

Sesuai petunjuk pelaksanaan penanganan kasus, hasil penyelidikan epidemiologi akan menentukan, apakah suatu lokasi positif terkena DBD atau tidak.

Bila positif, maka pada lokasi tersebut diadakan tindakan pemberantasan nyamuk dewasa, seperti dengan melakukan fogging atau pengasapan.
Tindakan fogging wajib ditempuh bila suatu lokasi positif kasus DBD dengan penanganan paling lama 5 x 24 jam.

Sementara untuk penderita, pelayanan dan perawatan dapat berupa rawat jalan dan/atau rawat inap. Fasilitas pelayanan kesehatan wajib diberikan kepada penderita sesuai prosedur yang telah ditetapkan oleh rumah kakit dan PKM.

Kegiatan fogging diadakan dalam dua putaran dengan interval satu minggu beradius 100 meter. Pelaksanaan oleh perusahaan pemberantasan hama atau perseorangan yang mengantongi izin dari dinas terkait.
Khusus untuk kejadian luar biasa (KLB), dilaksanakan fogging massal, serentak dan menyeluruh. Ini juga dilakukan dalam dua putaran dengan interval satu minggu berradius 100 meter.

Penentuan suatu wilayah sebagai wilayah KLB DBD didasarkan pada ada tidaknya peningkatan jumlah penderita DBD sebesar dua kali atau lebih dalam kurun waktu satu minggu/bulan dibandingkan dengan minggu/bulan sebelumnya, atau bulan yang sama pada tahun yang lalu. (Segara S-16)
http://suaramerdeka.com/v1/index.php/read/cetak/2010/10/29/128367/Mengatur-Upaya-Pengendalian-Penyakit-

DBD dan Pemberdayaan Masyarakat

DBD dan Pemberdayaan Masyarakat
1 Agustus 2010 oleh Arda Dinata
Demam berdarah dengue (DBD) di Indonesia masih menjadi masalah kesehatan masyarakat. Departemen Kesehatan telah menetapkan 5 kegiatan pokok sebagai kebijakan dalam pengendalian penyakit DBD yaitu menemukan kasus secepatnya dan mengobati sesuai protap, memutuskan mata rantai penularan dengan pemberantasan vektor (nyamuk dewasa dan jentik-jentiknya), kemitraan dalam wadah Pokjanal DBD (kelompok kerja operasional DBD), pemberdayaan masyarakat dalam gerakan pemberantasan sarang nyamuk (PSN 3M Plus) dan peningkatan profesionalisme pelaksana program.
Berbagai upaya telah dilakukan untuk menanggulangi terjadi-nya peningkatan kasus, salah satunya dan yang paling utama adalah dengan memberdayakan masyarakat dalam kegiatan pemberantas-an sarang nyamuk (PSN) melalui gerakan 3M (menguras-menutup-mengubur). Kegiatan ini telah diintensifkan sejak 1992 dan pada 2000 dikembangkan menjadi 3M Plus yaitu dengan cara menggunakan larvasida, memelihara ikan dan mencegah gigitan nyamuk.
Selama ini berbagai upaya untuk memberdayakan masyarakat dalam PSN-DBD sudah banyak dilakukan, tetapi hasilnya belum optimal dapat merubah perilaku masyarakat untuk secara terus menerus melakukan PSN-DBD di lingkungan masing-masing.
Untuk mengoptimalkan pemberdayaan masyarakat dalam PSN DBD, pada tahun 2004 WHO memperkenalkan suatu pendekatan baru yaitu Komunikasi Perubahan Perilaku/KPP (Communications for Behavioral Impact/COMBI), tapi beberapa negara di Asean (Malaysia, Laos, Vietnam), Amerika Latin (Nikaragua, Brazil, Cuba) telah menerapkan pendekatan ini dengan hasil yang baik. Di Indonesia sendiri sudah diterapkan daerah uji coba yaitu di Jakarta Timur dan memberikan hasil yang baik.
Pendekatan tersebut lebih menekankan pada kekompakkan kerja tim (sebagai tim kerja dinamis). Perumusan dan penyampaian pesan, materi dan media komunikasi direncanakan berdasarkan masalah yang ditemukan oleh masyarakat dengan cara pemecahan masalah yang disetujui bersama. Akhhirnya, dengan pendekatan KPP/COMBI diharapkan perubahan perilaku masyarakat ke arah pemberdayaan PSN dapat tercapai secara optimal. [Arda D].***
http://ebookmiqra.wordpress.com/2010/08/01/dbd-dan-pemberdayaan-masyarakat/

Demam Berdarah Dengue, Sebuah Polemik yang Harus Dituntaskan

RACIKAN KHUSUS - Edisi Februari 2008 (Vol.7 No.7)
________________________________________
Pemberantasan DBD terbentur kendala resistensi nyamuk Ae. aegypti terhadap insektisida. Penggunaan insektisida tersebut dalam waktu lama dapat menimbulkan resistensi Ae.aegypti terhadap bahan aktifnya.
Pada16 Juni 2007 boleh jadi merupakan hari berbahagia bagi Departemen Parasitologi FKUI. Kala itu, sang kepala departemen dinobatkan menjadi guru besar tetap parasitologi FKUI. Beliaulah, Prof dr Saleha Sungkar DAP&E MS SpPar(K).
Prof Saleha sudah berkecimpung 20 tahun lebih dalam bidang parasitologi. Dalam pidato pengukuhannya, beliau mengemukakan tema tentang pemberantasan demam berdarah dengue (DBD).
DBD adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti. Sampai saat ini, DBD masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di Indonesia karena incidence rate-nya terus meningkat dan penyebarannya semakin luas. DKI Jakarta adalah salah satu propinsi yang terus mengalami peningkatan incidence rate DBD, selain Jawa Barat, Kalimantan Timur, Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan, Bali, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur. Maka dari itu, DBD menjadi tantangan yang harus segera dituntaskan.
Meski berstatus ibu kota negara, pada kenyatannya DKI Jakarta merupakan propinsi dengan jumlah penderita DBD terbanyak. Berdasarkan data Dinas Kesehatan Propinsi DKI Jakarta jumlah penderita DBD pada tahun 2003 sebanyak 14071 orang dengan case fatality rate (CFR) 0,42 %. Pada tahun 2004 jumlah penderita meningkat tajam menjadi 20640 orang dengan CFR 0,44 % sedangkan tahun 2005 terjadi peningkatan dengan jumlah penderita 23466 orang dengan CFR 0,34%.
Berbagai program terus digencarkan oleh pemerintah untuk memerangi DBD. Upaya pencegahan (preventif) lebih diutamakan karena lebih cost-effective daripada mengobati pasien yang sakit. Beberapa contoh upaya preventif adalah penyemprotan massal, pemberantasan sarang nyamyuk (PSN), dan penyuluhan ke seluruh lapisan masyarakat melalui berbagai media massa.
Namun, semua langkah itu tidak semudah membalikkan telapak tangan. Bukannya menunjukkan tanda perbaikan, malah setiap tahunnya Indonesia terus dibayangi kejadian luar biasa (KLB) DBD.
Adapun beberapa faktor kegagalan dalam pemberantasan DBD diantaranya mencakup perilaku penduduk, tenaga kesehatan, sistem peringatan dini oleh pemerintah, resistensi nyamuk terhadap insektisida, serta alokasi dana.
Sebagian besar penduduk Indonesia belum menyadari pentingnya memelihara kebersihan lingkungan. Salah satu masalah yang umum ditemukan adalah rendahnya kesadaran penduduk untuk menjaga agar tidak terdapat wadah-wadah yang dapat menampung air di lingkungan tempat tinggalnya.
Di daerah tertentu yang air minumnya asin dan ketersediaan air minum tidak teratur, penduduk terbiasa menampung air bersih di dalam drum yang dapat berisi 200 liter air dan air ditampung untuk jangka waktu lama. Drum tersebut menjadi tempat berkembangbiak Ae. aegypti. Sementara itu, di daerah dengan ketersediaan air yang baik ternyata penduduk juga banyak yang menampung air di dalam bak mandi. Air dalam bak mandi selalu digunakan tetapi biasanya tidak sampai habis sehingga larva tetap berada di tempat tersebut. Selain itu bila ada gerakan, larva akan bergerak ke bawah sehingga tidak terbuang pada saat air diambil.
Kebiasaan lain yang turut menghambat pemberantasan DBD adalah tidak menguras bak mandi secara teratur dan walaupun sebagian masyarakat telah menguras secara teratur, seringkali dengan cara yang salah. Pengurasan umumnya hanya dilakukan dengan mengganti air tanpa menyikat dinding bak mandi. Cara tersebut tidak efektif karena telur Ae. aegypti tetap melekat di dinding bak mandi. Telur Ae. aegypti dapat bertahan hingga enam bulan sehingga jika tidak dihilangkan akan terus melanjutkan siklus hidupnya.
Dinding bak mandi yang terbuat dari semen bersifat kasar, gelap, dan mudah menyerap air. Dinding tempat penampungan air seperti itu sangat disukai Ae. aegypti. Tempat penampungan air yang tidak disukai Ae. aegypti adalah yang dindingnya licin, tidak menyerap air dan terang misalnya keramik.
Akhir-akhir ini, pemerintah semakin menggalakkan program penghijauan dan keindahan kota. Masyarakat pun mempercantik halaman rumahnya dengan tanaman hias. Tanaman tersebut menjadi tempat istirahat Ae. aegypti apalagi jika terlalu rimbun dan tidak terkena sinar matahari karena Ae. Aegypti menyukai tempat istirahat yang lembab dan teduh. Tanaman dengan daun yang dapat menampung air juga dapat menjadi tempat berkembang biak Ae. aegypti. Dengan demikian, tanaman perlu diperhatikan agar tidak terlalu rimbun, dipilih yang tidak dapat menampung air dan harus terkena sinar matahari.
Saat ini strategi pemberantasan DBD antara lain dengan memberantas Ae. aegypti sebelum musim penularan untuk membatasi penyebaran DBD dan mencegah KLB. Pemberantasan tersebut dilakukan dengan penggerakan masyarakat untuk Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) yang dikenal dengan program Jum'at bersih, pengasapan masal di kelurahan endemis tinggi dan tempat umum (sekolah, rumah sakit, puskesmas, mesjid, gereja, kantor-kantor) serta pemeriksaan jentik berkala.
Pengasapan (fogging) dilakukan dua kali di semua rumah dan tempat umum, terutama di kelurahan endemis tinggi. Pengasapan menggunakan insektisida malation 4% (atau fenitrotion) dalam solar dengan dosis 438 ml/Ha. Pengasapan harus dilakukan di dalam dan di sekitar rumah karena aktifitas dan tempat istirahat Ae. aegypti adalah di dalam rumah dan di sekitar rumah. Pengasapan mampu menurunkan populasi Ae. aegypti dengan cepat tetapi terkadang hasil yang dicapai tidak sesuai dengan yang diharapkan.
Pada saat pengasapan terkadang petugas hanya menyemprot halaman rumah dan gang-gang sekitar rumah penduduk tetapi tidak masuk ke dalam rumah karena penduduk menolak penyemprotan di dalam rumah. Alasan penolakan adalah insektisida yang disemprot berbau tidak sedap, membuat lantai licin, dan dikuatirkan mencemari makanan serta pernapasan. Akibatnya, pengasapan hanya membunuh nyamuk yang berada di sekitar halaman rumah sedangkan nyamuk yang berada di dalam rumah tidak terberantas.
Pengasapan juga harus diikuti abatisasi dan PSN karena pengasapan hanya efektif untuk membunuh nyamuk dewasa. Apabila tidak diikuti dengan abatisasi dan PSN, larva Aedes aegypti tidak dapat diberantas dan akan tumbuh menjadi nyamuk dewasa. Larvisida yang digunakan untuk abatisasi (temefos) mempunyai efek residu selama 2–3 bulan. Jadi, bila dalam setahun dilakukan empat kali abatisasi maka selama setahun populasi nyamuk akan terkontrol dan dapat ditekan serendah-rendahnya.
Pemeriksaan jentik berkala dilakukan oleh juru pemantau jentik (jumantik) yang bertugas melakukan kunjungan rumah setiap tiga bulan. Hasil yang didapat jumantik dilaporkan dalam bentuk Angka Bebas Jentik (ABJ) yaitu rasio antara jumlah rumah/bangunan yang tidak ditemukan jentik dengan jumlah rumah/bangunan yang diperiksa dikali 100%. ABJ merupakan indikator penyebaran Ae. aegypti. Dengan strategi pemberantasan yang telah ditetapkan, ditargetkan ABJ dapat mencapai lebih dari 95%.
Sistem Peringatan Dini telah dilakukan oleh Malaysia dan terbukti efektif dalam menurunkan angka kejadian DBD. Pemerintah Indonesia perlu membentuk Sistem Peringatan Dini untuk memberikan peringatan dini bagi masyarakat setiap tahunnya sebelum terjadi KLB DBD sehingga masyarakat dapat mengantisipasinya. Sistem Peringatan Dini dapat memanfaatkan media elektronik sebagai sarana sosialisasi. Isi sosialisasi sebaiknya mencakup gejala khas DBD yaitu demam tinggi dan perdarahan terutama perdarahan kulit, serta apa yang harus dilakukan terhadap penderita DBD. Sosialisasi juga perlu mencakup upaya pemberantasan DBD yang efektif dan efisien seperti PSN dan upaya perlindungan diri, seperti pemasangan kelambu pada saat anak tidur siang, kawat kasa pada lubang ventilasi udara, dan memakai penolak nyamuk.
Hambatan lain dalam pemberantasan DBD adalah resistensi nyamuk Ae. aegypti terhadap insektisida. Berdasarkan data Dinas Kesehatan Propinsi DKI Jakarta, insektisida yang digunakan untuk pengasapan di wilayah Jakarta adalah malation yang telah digunakan secara masal sejak tahun 1969. Selain itu, juga digunakan temefos yang merupakan larvisida yaitu insektisida untuk membunuh larva Ae. aegypti yang telah digunakan secara masal sejak tahun 1980. Malation dan temefos mengandung bahan aktif organofosfat. Penggunaan insektisida tersebut dalam waktu lama dapat menimbulkan resistensi Ae.aegypti terhadap bahan aktifnya. Hal itu disebabkan pada saat pengasapan tidak semua Ae. aegypti terbunuh tetapi masih ada yang hidup karena nyamuk berhasil menghindar dari insektisida atau dosis insektisida yang kontak dengan nyamuk tidak mencukupi. Akibatnya nyamuk tersebut menjadi resisten dan resistensi itu diturunkan kepada keturunannya.
Sudah terdapat beberapa penelitian yang mendukung adanya resistensi tersebut. Mardihusodo menunjukkan bahwa larva Ae. aegypti di Yogyakarta cenderung resisten terhadap malation dan temefos. Selain itu, penelitian Gionar et al menunjukkan bahwa 90% Cx.quinquefasciatus di Jakarta dikategorikan resisten terhadap organofosfat dan 25% Ae. aegypti di Bandung resisten terhadap organofosfat.
Penelitian yang dilakukan Departemen Parasitologi bekerja sama dengan Pemda DKI Jakarta pada tahun 2007, melaporkan sebagian besar larva Ae. aegypti di Tanjung Priok telah resisten terhadap insektisida organofosfat yaitu 44,8 % resisten sedang dan 50% sangat resisten. Di Mampang Prapatan, sebagian besar larva Ae. aegypti juga telah resisten terhadap insektisida organofosfat yaitu 57,2% resisten sedang dan 9,8% sangat resisten.
Dibandingkan dengan negara tetangga, seperti Malaysia, Thailand, dan Singapura, penelitian mengenai pengendalian vektor DBD di Indonesia masih tertinggal karena keterbatasan dana.
Peningkatan anggaran untuk menunjang penelitian terhadap virus dengue maupun nyamuk Ae. aegypti dapat mendorong keberhasilan pemberantasan DBD. Diperlukan penelitian untuk mencari sistem pengendalian vektor DBD dengan berbagai cara antara lain pemberantasan biologik yang lebih aman, efektif, dan dapat diterima oleh penduduk. Juga diperlukan penelitian yang dapat menciptakan rekayasa genetika pada Ae.aegypti sehingga nyamuk tidak dapat melanjutkan siklus hidupnya.
Juga diperlukan untuk mencari sistem pengendalian vektor DBD dengan cara lain misalnya mengintegrasikan teknik biologi molekuler. Saat ini penelitian fase I dari sekuens genom Ae. aegypti telah selesai dilakukan oleh The Institute of Genomic Research dan Universitas Notre Dame. Selanjutnya adalah menentukan Transposable Element (TE) pada genome Ae. aegypti. TE merupakan segmen asam nukleat (materi genetik) yang berpengaruh secara signifikan terhadap struktur dan ukuran genom Ae. aegypti. TE dapat digunakan untuk mempelajari interaksi nyamuk dengan patogen sehingga dapat digunakan untuk pemberantasan penyakit. Caranya adalah dengan memasukkan gen yang membuat nyamuk kebal terhadap infeksi virus DBD sehingga tidak lagi berperan sebagai vektor DBD. Hal tersebut memberikan harapan untuk memberantas DBD secara genetik (genetic control) di masa mendatang.
Akhir-akhir ini, upaya pemberantasan DBD yang hangat dibicarakan adalah vaksin dengue, namun sampai saat ini vaksin itu belum tersedia karena terbatasnya dana penelitian. Kesulitan lain yang dihadapi adalah vaksin harus dapat mencegah infeksi dari keempat serotipe virus dengue. Kendala lain yang dihadapi adalah kesulitan memprediksi apakah vaksin dengue tersebut benar-benar efektif karena sampai saat ini penelitian baru dilakukan terhadap model binatang yang tidak menimbulkan gejala DBD seperti pada manusia. Kita masih harus menunggu sampai vaksin benar-benar siap dan dapat digunakan secara masal. (Felix)
http://www.majalah-farmacia.com/rubrik/one_news.asp?IDNews=642

Beras Merah Ampuh Obati Pasien Demam Berdarah

Beras merah bisa digunakan untuk meningkatkan trombosit bagi penderita demam berdarah (DB). Ada zat dalam beras merah yakni lovastatin yang diambil untuk jadi obat meningkatkan trombosit.

Tapi obat yang diambil dari beras merah ini hanya dianjurkan untuk penderita DB dewasa. Bagi anak-anak tidak dianjurkan untuk mengkonsumsi obat dari beras merah tersebut. Pasalnya anti bodi pada anak-anak belum terbentuk, sehingga dikhawatirkan menimbulkan efek samping.
Obat dari beras merah ini diberikan saat penderita didiagnosa pertama kali terkena demam berdarah. Obat diberikan 3 x 1 dalam sehari dalam bentuk kapsul. Obat ini tidak bisa dibuat sembarangan karena difermentasi secara khusus di pabrik farmasi.

Sementara untuk jangka panjang, obat beras merah ini bisa digunakan menurunkan kolesterol.
http://getnew-information.blogspot.com/2009/06/beras-merah-ampuh-obati-pasien-demam.html
Jum
05
Peb
2010
Demam Berdarah Dengue (2)
Written by Nita, Khuswatun, dkk Published in: Kesehatan Comments 0 Pdf Print Email
Pengendalian Populasi Aedes sp

Strategi pemberantasan DBD lebih ditekankan pada upaya preventif, melaksanakan penyemprotan massal sebelum musim penularan di daerah endemis, yang merupakan pusat penyebaran penyakit ke wilayah lainnya. Strategi itu diperkuat dengan menggalakkan pembinaan peran serta masyarakat, dalam kegiatan pemberantasan sarang nyamuk, melaksanakan penanggulangan fokus di rumah penderita dan disekitar tempat tinggal penderita guna mencegah terjadinya Kejadian Luar Biasa (KLB), dan melaksanakan penyuluhan kepada masyarakat melalui berbagai media(Sungkar, 2005b).

Pemberantasan vektor terutama ditujukan untuk memutuskan rantai penularan. Pada dasarnya ada 3 cara intervensi yang biasa digunakan: pengelolaan lingkungan, biologik dan kimiawi (Sugito, 1990).
Pengelolaan lingkungan ini adalah mengusahakan agar kondisi lingkungan tidak atau kurang disenangi nyamuk sehingga umur nyamuk berkurang dan tidak mempunyai kesempatan untuk menularkan penyakit atau mengusahakan agar kontak antara nyamuk dan manusia berkurang serta menghalangi proses perkembangbiakan nyamuk. Hal ini bisa dilakukan misalnya dengan menambah pencahayaan ruangan, mengurangi tanaman perdu, tidak membiasakan menggantung pakaian, menutup kontainer, menguras kontainer secara rutin, dan lain-lain (Sugito, 1990).

Intervensi biologis dilakukan dengan memanfaatkan musuh-musuh nyamuk yang ada di alam. Ikan kepala timah dan beberapa jenis ikan hias serta larva Toxorhinchites spp diketahui merupakan predator jentik nyamuk (Sugito, 1990). Intervensi kimiawi adalah pemberantasan nyamuk dengan menggunakan bahan kimia. Bahan kimia yang banyak digunakan adalah golongan organofosfat. Malathion digunakan untuk memberantas nyamuk dewasa, sedang temephos digunakan untuk jentiknya (Sugito, 1990)

1. Survei larva
Survei adalah penyelidikan informasi secara sistematis tetapi tidak menggunakan metode eksperimental (Abramson, 1984). Survei entomologi DBD yang mempelajari ekologi vektor, cara pemberantasan vektor dan cara-cara menilai hasil pemberantasan vektor, diperlukan untuk menunjang keberhasilan pemberantasan nyamuk vektor (Depkes RI, 1990).
Pengamatan vektor harus dilakukan secara rutin meliputi studi ekologi dan epidemiologi. Secara khusus hal-hal yang harus diperoleh di survei vektor DBD adalah:
a. Menentukan daerah yang berisiko tinggi (daerah dengan kepadatan vektor tinggi dan kasus endemik tinggi) dengan cara menentukan area berdasarkan distribusi vektor dan adanya kasus DBD, sehingga area ini dapat diberikan prioritas penanganan baik pada situasi normal maupun pada saat wabah terjadi.
b. Melalui pengamatan rutin perubahan dalam kepadatan vektor, distribusi dan parameter lain yang berhubungan dengan kapasitas vektorial.
c. Menentukan fluktuasi jumlah populasi vektor berdasarkan musim.
d. Menentukan tempat perkembangbiakan utama nyamuk (breeding sites) sehingga dengan partisipasi masyarakat, breeding sites dapat dieliminasi (Pant and Self, 1993).
Secara garis besar survei vektor DBD dapat dibedakan menjadi survei larva dan survei nyamuk dewasa.Ada dua jenis metode survei larva, yaitu:
Metode Survei Jentik:
1) Single larva
Cara ini dilakukan dengan mengambil satu jentik di setiap tempat genangan air yang ditemukan jentik untuk diidentifikasi lebih lanjut.
2) Visual
Cara ini cukup dilakukan dengan melihat ada atau tidaknya jentik di setiap tempat genangan air tanpa mengambil jentiknya. Ukuran-ukuran yang digunakan untuk mengetahui kepadatan jentik Aedes aegypti:
(a) Angka Bebas Jentik (ABJ):
Jumlah rumah tidak di temukan jentik X100%
Jumlah rumah yang diperiksa
(b) House indeks (HI)
Jumlah rumah yang di temukan jentik X100%
Jumlah rumah yang diperiksa
(c) Container index (CI)
Jumlah Container dengan jentik X 100%
Jumlah Container yang diperiksa
(d) Breteau index (BI) yaitu jumlah wadah yang positif terdapat jentik dalam 100 rumah.
Container: tempat atau bejana yang dapat menjadi tempat berkembang-biaknya nyamuk Aedes aegypti.

Angka Bebas Jentik dan House Index lebih menggambarkan luasnya penyebaran nyamuk di suatu wilayah. House index kurang dari 10% menggambarkan kecepatan penularan DBD rendah, sedangkan jika house index lebih dari 10% menggambarkan potensial terjadinya penularan DBD.
http://www.rajawana.com/artikel/kesehatan/447-demam-berdarah-dengue-2.html
komentar

Metropolis..... Virus Baru Demam Berdarah

Rabu, 27 Januari 2010
Metropolis..... Virus Baru Demam Berdarah
Surabaya -- Hati-hati dan waspadai gejala demam berdarah jika ada anggota keluarga yang terkena. Sebab, saat ini ada varian virus baru penyakit ini. Apalagi jika Anda sering berpindah dari satu kota ke kota lain.

Ahli penyakit tropis dari RSUD Dr. Soetomo, Surabaya, Prof Dr. Soegeng Soegijanto, SpA (K), menuturkan dari penelitian yang dilakukan Institute of Tropical Disease Universitas Airlangga, Surabaya, varian baru virus demam berdarah ini lebih ganas.

Kata dia, penelitian yang dilakukan sejak 2004 itu dilakukan dengan mengumpulkan seluruh virus Demam Berdarah yang ada di kota-kota besar. Mulai dari Jakarta, Surabaya, Solo, Yogjakarta, Semarang, Malang, Manado, Medan serta beberapa daerah lainnya di Indonesia.

Hasilnya, kata dia, virus DB yang menyerang orang-orang di kota besar ternyata berbeda-beda. Apalagi, kata dia, kalau penderita memiliki pengalaman pergi keluar negeri seperti Jepang atau Amerika. Virus DB yang menyerangnya pun juga berbeda dengan orang yang tidak pernah ke luar negeri. "Virus ini kemudian kami sepakati dengan nama virus metropolis," kata Soegijanto, Selasa kemarin.

Menurut dia, gejala virus DB Metropolis ini sangat unik. Penderita, kata dia, bisa saja tidak menderita panas tapi kadang juga panasnya naik turun dua sampai tiga hari dengan trombosit yang tinggi. Namun, tiba-tiba trombositnya bisa langsung turun seketika. "Gejala ini hampir tidak bisa diprediksi dokter biasa."

Karennya, ia menghimbau para dokter bisa melakukan pemeriksaan pasien dengan lebih teliti. "Kalau perlu segera lakukan pemeriksaan darah jangan sampai virus ini menyerang hati," ujarnya. "Dokter harus waspada dengan memantau keadaan pasien selama 24 jam."

Temuan Baru Mengendalikan Nyamuk Demam Berdarah

Cornell - Demam berdarah masih menjadi ancaman penduduk dunia. Dan, hingga kini belum ada vaksin untuk melindungi diri dari penyakit yang disebabkan oleh virus yang dibawa oleh nyamuk Aedes aegypti ini. Karena itu, untuk mengendalikan penyebaran virus ini hanya dengan membasmi nyamuk.

Baru-baru ini para peneliti dari Cornell`s College of Veterinary Medicine, Amerika Serikat, menemukan protein yang bisa menjadi cara baru untuk mengendalikan Aedes aegypti. Temuan ini dimuat di American Journal of Physiology -- Regulatory edisi 4 Maret 2010.

Peneliti telah mengidentifikasi sebuah protein pada urin si nyamuk Aedes aegypti. Ketika menyedot darah manusia, pada saat yang sama si nyamuk mengeluarkan urin yang membantu agar darah yang sedang diisap tidak membeku. Urin yang dikeluarkan nyamuk itu juga mencegah agar kadar garam di dalam darah yang sedang disedot itu tidak berlebihan. Sebab, jika berlebihan, bisa menyebabkan kematian bagi Aedes aegypti. Protein pada urin tersebut, menurut penelitian yang dilakukan Piermarini, Beyenbach, dan kawan-kawan, berperan untuk memperlancar keluarnya urin nyamuk.

Hasil penelitian ini bisa diarahkan untuk mengembangkan insektisida baru yang bisa mengacaukan sistem ginjal nyamuk, yang berkontribusi memperpendek usia nyamuk setelah mengisap darah.



Sumber : TEMPO News
http://www.penyakitmenular.info/def_menu.asp?menuID=18&menuType=1&SubID=2&DetId=516

Penanganan Wabah DBD Tahun 2007, Kinerja Pemerintah tidak Memuaskan

Penanganan Wabah DBD Tahun 2007, Kinerja Pemerintah tidak Memuaskan
Tanggal : 20 Feb 2008
Sumber : Media Indonesia
Prakarsa Rakyat,

Jumlah kasus demam berdarah dengue (DBD) 2007 naik cukup tajam. Demikian pula jumlah penderita yang meninggal akibat virus yang ditularkan nyamuk tersebut. Meski kerap dilanda wabah setiap tahun, Indonesia masih gagal mengantisipasinya, seakan tidak pernah belajar dari pengalaman.

Penyakit DBD sudah menjadi problem kesehatan yang selalu muncul berulang setiap tahun. Sebagai daerah beriklim tropis, Indonesia tidak mungkin terbebas dari penyakit yang ditularkan melalui gigitan nyamuk itu. Laporan Departemen Kesehatan (2006) menyebutkan penyakit itu sudah menjadi masalah yang endemik di 122 daerah tingkat II, 605 kecamatan, dan 1.800 desa atau kelurahan. Tak mengherankan jika penderita DBD akhirnya selalu ada hampir sepanjang waktu dalam satu tahun.

Meski demikian, wabah tidak akan terjadi seandainya kita pandai mengantisipasinya. Meski sudah dimaklumi wabah akan memuncak di musim hujan dan peralihannya ke musim kemarau, kerap kali kita lalai mengantisipasinya.

Biasanya kurang ada upaya yang sistematis untuk mengantisipasi berkembangnya penularan virus dengue. Gerakan menguras, menutup, dan menimbun (3M) baru dikampanyekan setelah DBD mewabah, bukan di awal musim hujan saat wabah belum terjadi. Para juru pemantau jentik (jumantik) pun baru belakangan dikerahkan. Sementara itu, di hari-hari lainnya, langkah-langkah tersebut dilupakan sampai saatnya nanti wabah kembali datang.

Data yang dikeluarkan WHO dan Depkes menunjukkan pada 2007 jumlah kasus DBD melonjak menjadi 139.695 kasus atau tertinggi dalam 10 tahun terakhir. Dalam tiga tahun terakhir memang sudah terlihat jumlah kasus DBD cenderung menanjak cukup tajam. Jumlah kasus DBD 2001-2007 jauh lebih banyak jika dibandingkan dengan dekade 1990-an. Kasus DBD di era 1990-an melonjak tajam hanya pada 1998. Tidak diketahui jelas, apakah kasus 1998 itu berhubungan dengan situasi politik nasional saat itu yang sedang mengalami turbulensi? Namun secara umum jumlah kasus DBD yang terjadi pada kurun 2001-2007 membengkak luar biasa jika dibandingkan dengan dekade 1990-an.

Data yang dikeluarkan WHO dan Depkes juga menunjukkan 2007 tercatat sebagai tahun dengan jumlah korban meninggal terbesar sejak wabah 1998. Pada 2007, Depkes melaporkan ada 1.395 korban wabah yang akhirnya meninggal dunia, hampir menyamai jumlah korban wabah yang meninggal pada 1998, saat puncak tertinggi kasus DBD dekade 1990-an.

Yang juga menarik adalah melihat data jumlah kasus pada dekade 1980-an. Pada dekade tersebut, puncak tertinggi kasus DBD terjadi pada 1988, tercatat ada 44.573 kasus DBD dan 1.527 korban meninggal. Sementara itu, puncak tertinggi kasus DBD pada dekade 1990-an terjadi pada 1998. Apakah itu berarti puncak tertinggi kasus DBD di dekade 2000-an bakal meledak pada 2008? Jika kita masih tetap lamban mengantisipasinya, mungkin saja 2008 ini kita akan dihantam wabah DBD yang paling dahsyat.

Serangkaian kasus wabah penyakit seperti DBD yang terus meningkat jumlahnya membuktikan kedatangan wabah lepas dari pantauan petugas dinas kesehatan. Itu karena kegiatan pemantauan dan pemetaan tidak merata dilakukan di semua wilayah. Hal itu pernah diakui oleh Depkes, melalui kajian Litbang Depkes yang menemukan kinerja surveillance penyakit-penyakit menular ternyata tidak merata di seluruh Indonesia.

Hasil evaluasi dan intervensi Depkes juga menemukan kejadian luar biasa (KLB) di Indonesia diakibatkan beragam faktor. Pertama, pada dasarnya penyakit menular masih bersifat endemik di beberapa wilayah. Itu menyebabkan sewaktu-waktu mungkin bisa terjadi KLB. Faktor kedua adalah lemahnya sistem kewaspadaan dini sehingga penanganan dan pengobatan kasus sebagai intervensi belum dilakukan sebagaimana mestinya. Ketiga adalah kemudahan alat transportasi memungkinkan pergerakan/perpindahan alat angkut, penumpang, bahan/barang, dan alat dari satu wilayah ke wilayah lainnya yang merupakan daerah endemik. Ketiga faktor itu kemudian diperparah dengan lemahnya kesadaran masyarakat akan paradigma hidup sehat dan kesadaran pada kondisi lingkungan sekitar sebagai faktor risiko penyebaran penyakit.

Selama ini, langkah yang dilakukan Depkes untuk mengatasi wabah adalah memfasilitasi daerah (provinsi dan kota/kabupaten) dalam bentuk pedoman dan standar penanggulangan KLB. Depkes juga berupaya meningkatkan sistem kewaspadaan dini (SKD) di setiap jenjang administrasi pemerintahan dalam melakukan antisipasi terjadinya wabah. Melalui jenjang birokrasi demikian, diharapkan pemetaan potensi wabah-wabah penyakit bisa dilakukan lebih baik. Namun seperti yang kita alami sekarang, berbagai wabah penyakit terjadi di mana-mana tak tertahankan. Karena itu, sekarang kita patut pertanyakan, sejauh mana langkah-langkah dalam sistem kewaspadaan dini tadi sudah berjalan.

Sekitar satu tahun lalu, persisnya 22 Februari 2007, Litbang Media Group pernah melakukan pengumpulan pendapat umum melalui telepon kepada masyarakat di enam kota besar di Indonesia, yaitu Makassar, Surabaya, Yogyakarta, Bandung, Jakarta, dan Medan. Survei itu mencakup 479 responden dewasa yang dipilih secara acak dari buku petunjuk telepon residensial di kota-kota tersebut. Hasil survei tersebut tidak dimaksudkan mewakili pendapat seluruh masyarakat Indonesia, namun hanya masyarakat pemilik telepon residensial di kota-kota tersebut. Margin of error survei ini plus minus 4,6% pada tingkat kepercayaan 95%.

Pertama, survei ini meminta penilaian publik, apakah puas atau tidak puas dengan kinerja pemerintah kota tempat mereka tinggal dalam hal menangani wabah demam berdarah. Hasil survei menunjukkan lebih banyak yang menilai tidak puas 54%, yang menilai puas ada 38%.

Salah satu antisipasi mewabahnya DBD adalah dengan memantau keberadaan jentik nyamuk di lingkungan sekitar rumah warga. Untuk itu kelurahan atau dinas kesehatan mengerahkan juru pemantau jentik (jumantik). Bagaimana praktiknya, apakah memang ada petugas pemantau jentik nyamuk datang ke rumah-rumah menjelang wabah datang?

Hasil survei menunjukkan mayoritas 61% mengaku tidak ada satu pun petugas dari kelurahan atau dinas kesehatan yang datang ke rumah-rumah sekitar mereka untuk memantau jentik nyamuk. Data itu menjadi indikasi langkah-langkah antisipatif menjelang wabah terjadi saat itu tidak dilakukan oleh pemerintah.

Hasil survei melalui telepon tadi mungkin bisa menjadi indikasi kenapa wabah DBD masih kerap terjadi dengan memakan korban jiwa yang begitu banyak, seperti yang tercatat sepanjang 2007. Langkah-langkah antisipatif, seperti pemantauan jentik nyamuk dan peringatan pada masyarakat menjelang datang musim hujan terlambat digalakkan. Ketiadaan upaya sistematis untuk mengantisipasi berkembangnya penularan virus dengue sebelum musimnya terjadi itulah yang membuat setiap tahunnya korban yang terjangkiti dan meninggal akibat demam berdarah senantiasa tinggi.

Kunci penanggulangan wabah penyakit dan pemeliharaan kesehatan masyarakat adalah pengawasan yang ketat untuk pelaporan dini dan diagnosis wabah penyakit. Pemerintah mungkin terlambat dalam menerima laporan kasus dari lokasi wabah. Akibatnya tentu saja pemerintah juga terlambat merespons situasi darurat tersebut sehingga berpengaruh terhadap kecepatan dan ketepatan tindakan yang diambil di lapangan.

Keberadaan jumantik sesungguhnya amat penting dalam pemberantasan demam berdarah karena bertugas memantau populasi nyamuk penular DBD dan jentiknya. Pemerintah perlu lebih serius untuk mengerahkan dan memanfaatkan keberadaan para jumantik hingga lingkungan masyarakat terkecil seperti RT dan RW. Tanpa kepemimpinan daerah yang kuat dan dukungan aparat pemda hingga level terendah, penanggulangan wabah akan terus buruk. Zulfahmi, Litbang Media Group

Demam Berdarah Dengue

Penanggung Jawab: Titte K. Adimidjaja
Editor: Tri Djoko Wahono
Tim Penulis: Kristina, Isminah, Leny Wulandari

I. PENDAHULUAN

Pada awal tahun 2004 kita dikejutkan kembali dengan merebaknya penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD), dengan jumlah kasus yang cukup banyak. Hal ini mengakibatkan sejumlah rumah sakit menjadi kewalahan dalam menerima pasien DBD. Untuk mengatasinya pihak rumah sakit menambah tempat tidur di lorong-lorong rumah sakit serta merekrut tenaga medis dan paramedis. Merebaknya kembali kasus DBD ini menimbulkan reaksi dari berbagai kalangan. Sebagian menganggap hal ini terjadi karena kurangnya kesadaran masyarakat akan kebersihan lingkungan dan sebagian lagi menganggap karena pemerintah lambat dalam mengantisipasi dan merespon kasus ini.

Sejak Januari sampai dengan 5 Maret tahun 2004 total kasus DBD di seluruh propinsi di Indonesia sudah mencapai 26.015, dengan jumlah kematian sebanyak 389 orang (CFR=1,53% ). Kasus tertinggi terdapat di Propinsi DKI Jakarta (11.534 orang) sedangkan CFR tertinggi terdapat di Propinsi NTT (3,96%)
.
Penyakit Demam Berdarah atau Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) ialah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus. Kedua jenis nyamuk ini terdapat hampir di seluruh pelosok Indonesia, kecuali di tempat-tempat ketinggian lebih dari 1000 meter di atas permukaan air laut.

Penyakit DBD sering salah didiagnosis dengan penyakit lain seperti flu atau tipus. Hal ini disebabkan karena infeksi virus dengue yang menyebabkan DBD bisa bersifat asimtomatik atau tidak jelas gejalanya. Data di bagian anak RSCM menunjukkan pasien DBD sering menunjukkan gejala batuk, pilek, muntah, mual, maupun diare. Masalah bisa bertambah karena virus tersebut dapat masuk bersamaan dengan infeksi penyakit lain seperti flu atau tipus. Oleh karena itu diperlukan kejelian pemahaman tentang perjalanan penyakit infeksi virus dengue, patofisiologi, dan ketajaman pengamatan klinis. Dengan pemeriksaan klinis yang baik dan lengkap, diagnosis DBD serta pemeriksaan penunjang (laboratorium) dapat membantu terutama bila gejala klinis kurang memadai.

Penyakit DBD pertama kali di Indonesia ditemukan di Surabaya pada tahun 1968, akan tetapi konfirmasi virologis baru didapat pada tahun 1972. Sejak itu penyakit tersebut menyebar ke berbagai daerah, sehingga sampai tahun 1980 seluruh propinsi di Indonesia kecuali Timor-Timur telah terjangkit penyakit. Sejak pertama kali ditemukan, jumlah kasus menunjukkan kecenderungan meningkat baik dalam jumlah maupun luas wilayah yang terjangkit dan secara sporadis selalu terjadi KLB setiap tahun.
KLB DBD terbesar terjadi pada tahun 1998, dengan Incidence Rate (IR) = 35,19 per 100.000 penduduk dan CFR = 2%. Pada tahun 1999 IR menurun tajam sebesar 10,17%, namun tahun-tahun berikutnya IR cenderung meningkat yaitu 15,99 (tahun 2000); 21,66 (tahun 2001); 19,24 (tahun 2002); dan 23,87 (tahun 2003).

Meningkatnya jumlah kasus serta bertambahnya wilayah yang terjangkit, disebabkan karena semakin baiknya sarana transportasi penduduk, adanya pemukiman baru, kurangnya perilaku masyarakat terhadap pembersihan sarang nyamuk, terdapatnya vektor nyamuk hampir di seluruh pelosok tanah air serta adanya empat sel tipe virus yang bersirkulasi sepanjang tahun.

Departemen kesehatan telah mengupayakan berbagai strategi dalam mengatasi kasus ini. Pada awalnya strategi yang digunakan adalah memberantas nyamuk dewasa melalui pengasapan, kemudian strategi diperluas dengan menggunakan larvasida yang ditaburkan ke tempat penampungan air yang sulit dibersihkan. Akan tetapi kedua metode tersebut sampai sekarang belum memperlihatkan hasil yang memuaskan.

II. EPIDEMIOLOGI

1. Penyebab
Penyakit DBD disebabkan oleh Virus Dengue dengan tipe DEN 1, DEN 2, DEN 3 dan DEN 4. Virus tersebut termasuk dalam group B Arthropod borne viruses (arboviruses). Keempat type virus tersebut telah ditemukan di berbagai daerah di Indonesia antara lain Jakarta dan Yogyakarta. Virus yang banyak berkembang di masyarakat adalah virus dengue dengan tipe satu dan tiga. 3

2. Gejala
Gejala pada penyakit demam berdarah diawali dengan :
a. Demam tinggi yang mendadak 2-7 hari (38 °C- 40 °C)
b. Manifestasi pendarahan, dengan bentuk : uji tourniquet positif puspura pendarahan, konjungtiva, epitaksis, melena, dsb.
c. Hepatomegali (pembesaran hati).
d. Syok, tekanan nadi menurun menjadi 20 mmHg atau kurang, tekanan sistolik sampai 80 mmHg atau lebih rendah.
e. Trombositopeni, pada hari ke 3 - 7 ditemukan penurunan trombosit sampai 100.000 /mm³.
f. Hemokonsentrasi, meningkatnya nilai Hematokrit.
g. Gejala-gejala klinik lainnya yang dapat menyertai: anoreksia, lemah, mual, muntah, sakit perut, diare kejang dan sakit kepala.
h. Pendarahan pada hidung dan gusi.
i. Rasa sakit pada otot dan persendian, timbul bintik-bintik merah pada kulit akibat pecahnya pembuluh darah.

3. Masa Inkubasi
Masa inkubasi terjadi selama 4-6 hari.

4. Penularan
Penularan DBD terjadi melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti / Aedes albopictus betina yang sebelumnya telah membawa virus dalam tubuhnya dari penderita demam berdarah lain. Nyamuk Aedes aegypti berasal dari Brazil dan Ethiopia dan sering menggigit manusia pada waktu pagi dan siang.
Orang yang beresiko terkena demam berdarah adalah anak-anak yang berusia di bawah 15 tahun, dan sebagian besar tinggal di lingkungan lembab, serta daerah pinggiran kumuh. Penyakit DBD sering terjadi di daerah tropis, dan muncul pada musim penghujan. Virus ini kemungkinan muncul akibat pengaruh musim/alam serta perilaku manusia.

5. Penyebaran
Kasus penyakit ini pertama kali ditemukan di Manila, Filipina pada tahun 1953. Kasus di Indonesia pertama kali dilaporkan terjadi di Surabaya dan Jakarta dengan jumlah kematian sebanyak 24 orang. Beberapa tahun kemudian penyakit ini menyebar ke beberapa propinsi di Indonesia, dengan jumlah kasus sebagai berikut :
- Tahun 1996 : jumlah kasus 45.548 orang, dengan jumlah kematian
sebanyak 1.234 orang.
- Tahun 1998 : jumlah kasus 72.133 orang, dengan jumlah kematian
sebanyak 1.414 orang (terjadi ledakan)
- Tahun 1999 : jumlah kasus 21.134 orang.
- Tahun 2000 : jumlah kasus 33.443 orang.
- Tahun 2001 : jumlah kasus 45.904 orang
- Tahun 2002 : jumlah kasus 40.377 orang.
- Tahun 2003 : jumlah kasus 50.131 orang.
- Tahun 2004 : sampai tanggal 5 Maret 2004 jumlah kasus sudah
mencapai 26.015 orang, dengan jumlah kematian
sebanyak 389 orang.

III. PENCEGAHAN

Pencegahan penyakit DBD sangat tergantung pada pengendalian vektornya, yaitu nyamuk Aedes aegypti. Pengendalian nyamuk tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa metode yang tepat, yaitu :
1. Lingkungan
Metode lingkungan untuk mengendalikan nyamuk tersebut antara lain dengan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN), pengelolaan sampah padat, modifikasi tempat perkembangbiakan nyamuk hasil samping kegiatan manusia, dan perbaikan desain rumah. Sebagai contoh:
 Menguras bak mandi/penampungan air sekurang-kurangnya sekali seminggu.
 Mengganti/menguras vas bunga dan tempat minum burung seminggu sekali.
 Menutup dengan rapat tempat penampungan air.
 Mengubur kaleng-kaleng bekas, aki bekas dan ban bekas di sekitar rumah dan lain sebagainya.
2. Biologis
Pengendalian biologis antara lain dengan menggunakan ikan pemakan
jentik (ikan adu/ikan cupang), dan bakteri (Bt.H-14).
3. Kimiawi
Cara pengendalian ini antara lain dengan:
 Pengasapan/fogging (dengan menggunakan malathion dan fenthion), berguna untuk mengurangi kemungkinan penularan sampai batas waktu tertentu.
 Memberikan bubuk abate (temephos) pada tempat-tempat penampungan air seperti, gentong air, vas bunga, kolam, dan lain-lain.

Cara yang paling efektif dalam mencegah penyakit DBD adalah dengan mengkombinasikan cara-cara di atas, yang disebut dengan “3M Plus”, yaitu menutup, menguras, menimbun. Selain itu juga melakukan beberapa plus seperti memelihara ikan pemakan jentik, menabur larvasida, menggunakan kelambu pada waktu tidur, memasang kasa, menyemprot dengan insektisida, menggunakan repellent, memasang obat nyamuk, memeriksa jentik berkala, dll sesuai dengan kondisi setempat.

IV. PENGOBATAN

Pengobatan penderita Demam Berdarah adalah dengan cara:
• Penggantian cairan tubuh.
• Penderita diberi minum sebanyak 1,5 liter –2 liter dalam 24 jam (air teh dan gula sirup atau susu).
• Gastroenteritis oral solution/kristal diare yaitu garam elektrolit (oralit), kalau perlu 1 sendok makan setiap 3-5 menit.

V. KEBIJAKAN PEMERINTAH

Dalam rangka mengatasi dampak yang ditimbulkan oleh penyakit demam berdarah, pemerintah Indonesia telah mengambil beberapa kebijakan, di antaranya adalah:
a. Memerintahkan semua rumah sakit baik swasta maupun negeri untuk tidak menolak pasien yang menderita DBD.
b. Meminta direktur/direktur utama rumah sakit untuk memberikan pertolongan secepatnya kepada penderita DBD sesuai dengan prosedur tetap yang berlaku serta membebaskan seluruh biaya pengobatan dan perawatan penderita yang tidak mampu sesuai program PKPS-BBM/ program kartu sehat . (SK Menkes No. 143/Menkes/II/2004 tanggal 20 Februari 2004).
c. Melakukan fogging secara massal di daerah yang banyak terkena DBD.
d. Membagikan bubuk Abate secara gratis pada daerah-daerah yang banyak terkena DBD. Melakukan penggerakan masyarakat untuk melaksanakan pemberantasan sarang nyamuk melalui 3M dan merekrut juru pemantau jentik (jumantik).
e. Penyebaran pamflet lewat udara tentang pentingnya melakukan gerakan 3 M (Menguras, Menutup, Mengubur).
f. Menurunkan tim bantuan teknis untuk membantu RS di daerah , yang terdiri dari unsur-unsur :
 Ikatan Dokter Anak Indonesia
 Persatuan Dokter Ahli Penyakit Dalam Indonesia
 Asosiasi Rumah Sakit Daerah
g. Membantu propinsi yang mengalami KLB dengan dana masing-masing Rp. 500 juta, di luar bantuan gratis ke rumah sakit.
h. Mengundang konsultan WHO untuk memberikan pandangan, saran dan bantuan teknis.
i. Menyediakan “call center”.
 DKI Jakarta, Pusadaldukes (021) 34835188 (24 jam)
 DEPKES, Sub Direktorat Surveilans (021) 4265974, (021) 42802669
 DEPKES, Pusat Penanggulangan Masalah Kesehatan (PPMK) (021) 5265043
j. Melakukan Kajian Sero-Epidemiologis untuk mengetahui penyebaran virus dengue.

VI. TINDAKAN BADAN LITBANG KESEHATAN

Dalam rangka membantu mengatasi penyakit Demam Berdarah, Badan Litbang Kesehatan telah melakukan beberapa penelitian, di antaranya :
1. Penelitian Seroepidemiologi Infeksi Virus Dengue pada Anak-anak dan Remaja di Mataram, Tahun1998.
2. Penelitian Evaluasi dan Pembinaan Pokja DBD Khususnya Ibu Dasa Wisma dalam Pelaksanaan Penanggulangan Penularan Penyakit DBD, Tahun 1999.
3. Penelitian Peningkatan Penanggulangan Demam Berdarah Dengue (DBD) Berbasis Masyarakat dengan Pendekatan Pendidikan Kesehatan Masyarakat, Tahun 2000.
4. Penelitian Pengembangan Metode Pemberantasan Demam Berdarah Dengue di Daerah Endemis Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah, Tahun 2001.
5. Penelitian Kejadian Luar Biasa Demam Berdarah Dengue di DKI Jakarta 2003.
6. Penelitian Wabah Demam Berdarah Dengue pada Sepuluh Rumah Sakit di DKI Jakarta Tahun 2004. (Penelitian ini sedang berlangsung).

Badan Litbangkes berkerja sama dengan Namru 2 telah mengembangkan suatu sistem surveilen dengan menggunakan teknologi informasi (Computerize) yang disebut dengan Early Warning Outbreak Recognition System ( EWORS ).
EWORS adalah suatu sistem jaringan informasi yang menggunakan internet yang bertujuan untuk menyampaikan berita adanya kejadian luar biasa pada suatu daerah di seluruh Indonesia ke pusat EWORS (Badan Litbangkes. Depkes RI.) secara cepat.
Melalui sistem ini peningkatan dan penyebaran kasus dapat diketahui dengan cepat, sehingga tindakan penanggulangan penyakit dapat dilakukan sedini mungkin. Dalam masalah DBD kali ini EWORS telah berperan dalam hal menginformasikan data kasus DBD dari segi jumlah, gejala/karakteristik penyakit, tempat/lokasi, dan waktu kejadian dari seluruh rumah sakit DATI II di Indonesia.

VII. KESIMPULAN

1. Penyebab penyakit DBD di Indonesia adalah Virus Dengue tipe DEN 1, DEN 2, DEN 3, dan DEN 4.
2. Sejak Bulan Januari sampai dengan 5 Maret 2004 total kasus DBD di seluruh propinsi di Indonesia sudah mencapai 26.015, dengan jumlah kematian sebanyak 389 orang (CFR=1,53% )10. Kasus DHF tertinggi terdapat di Propinsi DKI Jakarta (11.534 orang) dan CFR tertinggi terdapat di Propinsi NTT (3,96%)
3. Perlu kewaspadaan yang tinggi terhadap penyakit DHF terutama pada musim penghujan.
4. Cara yang paling efektif untuk mencegah penyakit DBD adalah Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) dengan “3M Plus” yang melibatkan seluruh masyarakat serta disesuaikan dengan kondisi setempat.


VIII. SARAN

1. Perlunya digalakkan “Gerakan 3 M plus” tidak hanya bila terjadi wabah tetapi harus dijadikan gerakan nasional melalui pendekatan masyarakat.
2. Early Warning Outbreak Recognition System (EWORS) perlu dilakukan secara berdaya guna dan berhasil guna.

Download PDF Version (67 KB)

Demam Berdarah dalam Data

DEMAM BERDARAH DENGUE DALAM DATA

Penyakit demam berdarah dengue (DBD) menjadi momok tiap tahun. Hingga medio 2005 masih ada daerah berstatus kejadian luar biasa. Sampai Mei tahun ini di seluruh Indonesia tercatat 28.224 kasus; dengan jumlah kematian 348 orang. Hingga awal Oktober 2005, kasus DBD di 33 provinsi mencapai 50.196 kasus, dengan 701 di antaranya meninggal (case fatality rate 1,4 persen). Daerah terpaan DBD terbesar: DKI Jakarta (14.200 kasus). Kasus kematian tertinggi: Jawa Barat (147 orang). Data itu menunjukkan peningkatan hampir dua kali lipat dari Mei hingga awal Oktober. Banyaknya kasus DBD ini seiring dengan datangnya musim hujan yang menyebabkan banyaknya genangan air. Karena itu pemerintah tetap menggalakkan kegiatan pemberantasan sarang nyamuk. Kalau virus dengue memang masih ada, paling tidak kita menghambat perkembangbiakannya.

DBD, atau dengue hemorrhagic fever (DHF), ditularkan nyamuk Aedes Aegypti yang telah terjangkit virus DBD. DBD disebabkan oleh salah satu dari 4 serotipe virus yang berbeda antigen. Virus ini adalah kelompok Flavivirus dan serotipenya adalah DEN-1, DEN-2, DEN-3, DEN-4. Infeksi oleh salah satu jenis serotipe ini akan memberikan kekebalan seumur hidup tetapi tidak menimbulkan kekebalan terhadap serotipe yang lain. Sehingga orang yang hidup di daerah endemis DHF dapat mengalami infeksi 4 kali seumur hidupnya.

Aedes Aegypti menggigit pada pagi hari dan sore. Nyamuk ini berkembang biak di genangan air bersih. DBD ditandai dengan: demam tinggi yang terjadi tiba-tiba, manifestasi perdarahan, hepatomegali/pembesaran hati, kadang-kadang terjadi syok, dan harus segera dirawat jika denyut jantung meningkat, kulit pucat dan dingin, denyut nadi melemah, terjadi perubahan derajat kesadaran, penderita terlihat mengantuk atau tertidur terus-menerus, urine sangat sedikit, peningkatan konsentrasi hematokrit secara tiba-tiba, tekanan darah menyempit sampai kurang dari 20 mmHg, hipotensi.

Siklus perkembangbiakan nyamuk berkisar antara 5 - 7 hari. Jadi, kalau nyamuk dewasa bertelur di air, hari pertama ia langsung menjadi jentik sampai hari ke-4, lalu menjadi pupa (kepompong), kemudian akan meninggalkan rumah pupa-nya menjadi nyamuk dewasa. Sampai kini satu-satunya pencegahan adalah dengan memerangi nyamuk yang mengakibatkan penularan. Caranya, lakukan 3M: menguras bak air; menutup tempat yang mungkin menjadi sarang berkembang biak nyamuk, mengubur barang-barang bekas yang bisa menampung air. Di tempat penampungan air seperti bak mandi diberikan insektisida yang membunuh larva nyamuk seperti abate. Ini bisa mencegah perkembangbiakan nyamuk selama beberapa minggu, tapi pemberiannya harus diulang setiap periode waktu tertentu.
Sisilia Pujiastuti/PDAT/Berbagai Sumber antara lain PdPersi

Nyamuk Demam Berdarah Dan Warna Bak Mandi

Saturday, 12 April 2008

Oleh: Hermawan Some , 30 - 11 - 2007

Sejak ditemukan pertama kali di Surabaya tahun 1968, kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) masih menjadi masalah kesehatan serius di negeri ini. Hampir setiap tahun tercatat ada penderita DBD yang meninggal dunia. Tahun ini, jumlah penderita meningkat tajam, dua kali lipat dari tahun sebelumnya. Di beberapa daerah korban DBD yang meninggal sudah menembus tingkat kematian (case fatality rate/CFR) satu persen dari jumlah kasus yang terjadi. Tidak heran jika Menteri Kesehatan menyatakan DBD tahun ini sebagai Kejadian Luar Biasa Nasional (Kompas, 17 Pebruari, 2004).

Dari data Ditjen PMP dan PLP (Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan Permukiman) Depkes, sebenarnya bukan tahun ini saja kasus DBD dinyatakan sebagai Kejadian Luar Biasa (KLB). Tahun 1973 DBD dinyatakan sebagai KLB dengan kasus 10.189 dan jumlah yang meninggal dunia 470 orang. Tahun 1977 dan 1978, kasus DBD juga dinyatakan sebagai KLB. Tahun 1977 tercatat 320 orang meninggal dari 7.826 kasus, tahun 1978 tercatat 6.963 kasus dan 384 meninggal. Tahun 1983 dan 1988, DBD juga dinyatakan sebagai KLB dengan korban meninggal dunia masing-masing 491 (dari 13.875 kasus) dan 1.527 (dari 47.573 kasus DBD).





Jika melihat data dari Ditjen PMP dan PLP Depkes tersebut, terlihat ada ledakan kasus DBD setiap 5 tahun sekali. Jika melihat fenomena tersebut maka ledakan kasus setiap 5 tahunan tersebut mestinya terjadi pada tahun 2003 atau 2004. Dan sekarang sudah menjadi kenyataan. Dalam tahun 2004 ini data di Depkes tercatat sudah 5 ribu kasus DBD (data tersebut belum dari seluruh daerah). Dan harus dicatat data itu baru data 2 bulan, padahal puncak DBD bisa terjadi sampai bulan Mei. Seharusnya hal tersebut sudah diantisipasi oleh pemerintah dan setiap tahun sudah ada anggaran rutin untuk pemberantasan DBD.

Sejak kasus pertama DBD ditemukan di Kairo dan Alexandria tahun 1779, ahli virologi belum berhasil menemukan obat antiviral yang efektif. Sampai saat ini bagaimana mekanisme baik tentang patofisiologi, hemodinamika maupun biokimia DBD belum diketahui dengan pasti. Sehingga masih dibutuhkan waktu lama untuk bisa ditemukan obat atau vaksin DBD. Selama ini pengobatan yang dilakukan selama ini hanya bersifat simtomatik. Penderita DBD ringan diberi aspirin. Sedangkan jika penderita sudah mendekati mimisan akan diberikan obat dari golongan kortikosteroid dosis tinggi. Obat ini tidak untuk mengatasi virus dengue penyebab DBD tetapi hanya berfungsi untuk menahan laju kekentalan darah agar tidak terlampau tinggi dan membuat psien tidak terlalu gelisah.

Penyakit DBD yang disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan melalui gigitan serangga. Penyebab penularannya (vektor) virus dengue ke manusia adalah nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus. Dari dua jenis nyamuk ini, Aedes aegypti yang lebih berperan dalam penularan penyakit DBD, karena Aedes albopictus lebih sering ditemukan di kebun-kebun. Kedua jenis nyamuk ini lebih suka mengisap darah manusia daripada hewan (bersifat antrofilik).

Dari beberapa kajian diketahui ada 4 tipe virus dengue di Indonesia. Seorang yang sudah tertular virus dengue tipe I tidak kebal terhadap serangan dengue tipe lainnya. Masa inkubasi antara masuknya virus ke dalam tubuh manusia sampai terjadinya penyakit yaitu antara 3-15 hari. Penularan virus dengue sangat tergantung pada Aedes aegypti sebagai vektornya. Virusnya tidak akan menular tanpa bantuan Aedes aegypti. Penularan virus dengue dari penderita DBD kepada orang yang sehat melalui air liur Aedes aegypti yang masuk ketika nyamuk ini mengisap darah (menggigit). Dengan bahasa sederhana nyamuk Aedes aegypti merupakan kunci penularan DBD. Mengingat obat DBD belum ada, maka upaya untuk mencegah penularan DBD adalah dengan mengendalikan atau memberantas Aedes aegypti. Untuk mengetahui upaya apa yang efektif, maka perlu sekali memahami perilaku atau sifat-sifat dari nyamuk Aedes aegypti.

Aedes aegypti ditemukan pertama kali oleh Linnaeus di Mesir pada tahun 1762. Nyamuk ini bersifat kosmopolita yang tersebar di daerah beriklim tropis dan subtropis. Nyamuk ditemukan di daerah sampai ketinggian 1000 m dari permukaan laut. Di Indonesia Aedes aegypti pertama kali ditemukan di Makasar pada tahun 1860 dan diketahui sudah tersebar merata di seluruh Indonesia tahun 1954.

Aedes aegypti termasuk serangga yang mengalami metamofosa sempurna, yaitu mulai dari telur, larva, pupa sampai dewasa. Aedes aegypti meletakkan telurnya pada air tenang dan lebih menyukai air yang bersih. Sekali bertelur nyamuk betina akan mengeluarkan 100-200 butir yang akan mengapung di atas permukaa air. Pada suhu 30 derajat Celsius, telur akan menetas setelah 1-3 hari dan pada suhu 16 derajat Celsius akan menetas dalam waktu 7 hari. Setelah menetas, akan berubah menjadi larva yang dapat dilihat jelas dengan mata karena mengantung di permukaan air. Setelah 9 - 10 hari pada fase larva, selanjutnya akan memasuki fase pupa selama 2 - 3 hari. Baru setelah itu menjadi nyamuk dewasa. Nyamuk betina usianya lebih panjang dibandingkan nyamuk jantan. Nyamuk betina bisa mencapai usia 1 bulan, sedangkan yang jantan hanya berusia satu minggu. Serangga ini aktif pada siang hari karena dipengaruhi oleh alat indera yang dimiliki. Dari beberapa kajian diketahui puncak aktifnya nyamuk ini sekitar pukul 08.00 sampai 13.00 dan antara pukul 15.00 sampai 17.00. Di luar waktu tersebut, Aedes aegypti memanfaatkan untuk berisitrahat.

Tempat yang lebih disukai Aedes aegypti untuk beristirahatan adalah di dalam rumah, yaitu yang mengantung dan memiliki permukaan licin, seperti pakaian yang digantung, gorden atau alat-alat rumah tangga. Nyamuk ini lebih menyukai tempat yang gelap, berbau dan lembab. Sedangkan Aedes albopictus lebih memilih beristirahat di luar rumah, seperti pedu atau rumput-rumputan dekat tempat perindukan yang tidak kena sinar matahari. Tempat perindukan yang sering dipilih nyamuk Aedes aegypti adalah kawasan yang padat dengan sanitasi yang kurang memadai, terutama di genangan air dalam rumah, seperti pot, vas bunga, bak mandi atau tempat penyimpanan air lainnya seperti tempayan, drum atau ember plastik.

Aedes aegypti juga diketahui meletakkan telurnya di genangan-genangan air hujan yang beserakah di dalam atau sekitar rumah, seperti kaleng, botol, ban bekas, talang air atau aki bekas. Aedes aegypti memiliki organ kemoreseptor dan mekanoreseptor, sehingga dapat mengetahui tempat untuk meletakkan telur, tempat makanan, mengenal sesama jenis, membedakan musuh (pemangsa) atau menemukan lawan jenis. Dengan organ fotoreseptor yang ada pada mata majemuknya (ommatidium) Aedes aegypti dapat membedakan warna.

Dari beberapa kajian diketahui bahwa nyamuk Aedes aegypti, terutama yang betina lebih menyukai benda atau obyek yang berwarna gelap daripada yang terang, baik untuk beristirahat atau bertelur (ovoposisi) nyamuk betina.

Setelah mengetahui perilaku dan sifat-sifat nyamuk Aedes aegypti, maka seharusnya dapat diketahui langkah-langkah efektif untuk mencegah penularan atau penyebaran DBD. Pengendalian populasi nyamuk Aedes aegypti adalah cara yang murah dan efektif untuk mencegah penularan dan penyebaran DBD. Ada banyak cara yang dapat dilakukan, misalnya memberantas sarang nyamuk, membasmi jentik-jentik (larva) untuk memutuskan daur hidupnya atau membasmi nyamuk dewasa. Caranya bisa dilakukan dengan cara kimiawi, fisik dan biologis.

Pemberantasan secara dengan bahan kimia dapat dilakukan dengan memakai larutan lation 4% dengan cara pengasapan untuk membunuh nyamuk dewasa atau dengan abate temefos 1% yang berbentuk granula pasir untuk membasmi larvanya. Cara kimiawi ini yang lebih sering dipakai. Pemakaian bahan kimia ini cukup efektif, namun harus diwaspadai karena pasti ada dampak negatifnya. Bahan kimia tersebut dapat berdampak langsung terhadap nyamuk Aedes aegypti, misalnya membuat nyamuk kebal. Atau juga dapat berdampak terhadap ekosistem secara keseluruhan.

Pada tahun 1990, Martono, dosen Entomologi di Jurusan Biologi FMIPA Univesitas Airlangga mengutarakan sebuah penelitian di Jawa Barat tentang dampak pemakaian bahan kimia untuk pengasapan dalam pemberantasan nyamuk Aedes aegypti. Hasilnya bahan kimia tersebut justru menyebabkan kayu kerangka rumah mudah lapuk karena terserang rayap. Pengasapan tersebut ternyata tidak hanya membunuh nyamuk Aedes aegypti, tetapi juga menyebabkan jamur yang mencegah perkembangbiakan rayap musnah. Namun hasil penelitian tersebut sepertinya tidak pernah dipublikasikan karena penulis pun kesulitan mencari laporan penelitian tersebut.

Sebenarnya, selain dengan bahan kimia ada cara lain yang paling murah dan efektif untuk mengendalikan populasi Aedes aegypti adalah dengan memberantas sarang nyamuk. Apa saja yang bisa menjadi sarang atau tempat perindukan yang harus dihilangkan, sehingga tidak ada tempat lagi bagi Aedes aegypti untuk bertelur atau bersarang. Cara ini bisa dilakukan siapa saja. Namun cara ini akan efektif jika dilakukan setiap saat tidak hanya pada musim hujan atau ketika sudah ada kasus DBD. Menutup tempat penampungan air juga dapat efektif mengendalikan populasi nyamuk Aedes aegypti karena akan mencegah nyamuk betina bertelur.

Cara lain adalah dengan memutuskan daur hidup nyamuk Aedes aegypti. Tindakan yang dilakukan adalah secara rutin mengganti atau menguras air pada tempat-tempat yang biasa dijadikan tempat bertelur (perindukan) seperti tempayan, bak mandi atau tempat penampungan air lainnya. Mengingat fase telur (1-3 hari) dan fase larva (9-10 hari), maka kegiatan menguras atau menganti air untuk memutuskan daur hidup nyamuk Aedes aegypti sehingga tidak menjadi nyamuk dewasa akan efektif jika dilakukan setiap 8-10 hari.

Seperti sudah diutarakan di atas, bak mandi adalah salah satu tempat yang disukai Aedes aegypti untuk meletakkan telurnya dan nyamuk ini juga lebih memilih warna hitam ketimbang warna cerah. Dari dua hal tersebut, pada tahun 1992 penulis bersama beberapa teman di Jurusan Biologi FMIPA Univesitas Airlangga melakukan penelitian untuk mengetahui pengaruh warna dasar bak mandi terhadap kemampuan reproduksi nyamuk Aedes aegypti. Hasilnya, nyamuk Aedes aegypti betina lebih suka meletakkan telurnya pada bak mandi yang berwarna hitam daripada yang berwana putih atau biru muda. Ini artinya jika warna dasar bak mandi atau kamar mandi dicat warna cerah (bukan gelap), seperti hitam, coklat, merah tua atau biru tua) tidak akan menarik perhatian atau minimal mengurangi perhatian nyamuk Aedes aegypti betina untuk bertelur.

http://strenkali.org/
http://www.attayaya.net/2009/01/nyamuk-demam-berdarah-dan-warna-bak.html

SEHAT MAHAL HARGANYA!

Zaman semakin maju, penyakit pun semakin banyak. Kita harus selalu waspada terhadap berbagai penyakit yang senantiasa berkembang dan berevolusi, sudah seharusnya untuk mengimbanginya manusia pun harus dapat mengantisipasinya dengan menambah pengetahuan tentang penyakit dan cara pencegahan maupun pengobatannya. Selain itu yang paling mendasar, kita harus mulai dan menjaga perilaku hidup bersih dan sehat agar tetap terjaga dari terjangkit penyakit. Otree..!!